Pasang Iklan hubungi Indra 02191872929

Pasang Iklan link perusahaan di informasi komersial Rp 75,000 /bulan

Pasang Iklan Sponsor Perusahaan Rp 100,000 /bulan


Info Hubungi Indra: 021 9187 2929-0813 9809 1829


Sabtu, 21 Agustus 2010

Beli di Tukang Sayur, Berbuah Berlian di Masa Depan

Banyak orang bertanya-tanya dalam hatinya, kalau terus hidup berhemat, kapan mereka akan menikmati hidup? Ada juga yang berpikir, kalau living in the budget terus-menerus, bukankah artinya pelit? Sedangkan kalau kerja keras terus, bisa-bisa stres.  
Menjadi financial planner merupakan berkah tersendiri bagi hidup saya, bukan semata karena penghasilannya, tapi juga menolong orang untuk mencapai tujuan keuangannya dan dapat membuat saya menikmati "the best thing in life, without feel bankrupt at the same time". Ada beberapa tips yang bisa sedikit saya share, berikut step-step-nya.

1. Living in the Budget
Saya selalu ingin menerapkan hidup hemat. Hidup hemat dalam prinsip saya artinya tidak berlebihan, hidup sesuai dengan kebutuhan. Saya juga berusaha memprioritaskan kebutuhan, dan yang paling penting, GENGSI is not in my dictionary. Beberapa waktu yang lalu, saya sedang menunggu anak saya di sekolahnya sambil ngobrol dengan segerombolan ibu-ibu yang juga sedang menunggu anak-anaknya. Secara kebetulan lewat tukang sayur yang menjual sayur dalam gerobak. Teringat bahwa persediaan sayur di rumah sudah habis, refleks tukang tersebut saya panggil, dan saya membeli beberapa ikat sayur.
Ternyata tindakan saya mengundang cemoohan beberapa ibu-ibu yang saya dengar secara tidak sengaja. "Ih lihat tuh, norak bener, masak belanja di tukang sayur." Dan sederet cemoohan lainnya. Memangnya sayuran di supermarket daunnya terbuat dari emas? Memangnya sayuran di tukang sayur tidak kalah segarnya? Padahal jenis sayuran yang sama bisa beda harga sampai Rp 1-5 ribu per ikatnya di supermarket. Jadi yang saya lakukan adalah BIG SAVING. Begitu pun dengan hal lainnya. Kalau kita terapkan hidup tanpa gengsi lainnya, sebenarnya banyak yang bisa kita hemat dalam belanja. Sebagai ilustrasi, berikut beberapa perbandingan antara hidup sederhana dan hidup dengan gengsi.
Sering ngopi di tempat keren menghabiskan uang Rp 40 ribu, sedangkan membuat kopi sendiri di rumah atau kantor hanya butuh uang Rp 500. Jadi kita bisa menghemat Rp 39.500. Belanja dua ikat sayur bayam di supermarket harganya Rp 5-7 ribu, sedangkan di pasar tradisional hanya Rp 2 ribu. Anda menghemat Rp 3-5 ribu. Membeli tas branded menguras kocek kita Rp 5-10 juta, padahal tas lokal harganya Rp 1 juta. Anda bisa menyimpan Rp 4-9 juta. Baju branded harganya berkisar Rp 500.000-1 juta, padahal dengan uang Rp 100-200 ribu kita sudah bisa membeli baju baru, walaupun tidak branded. Bila kita menemukan hal-hal lain yang bisa dihemat, bisa dibayangkan berapa banyak uang yang bisa kita simpan. 

2. Innovative Saving Instrument
Ketika saya memilih instrumen keuangan menabung, sikap saya akan berbeda 180 derajat dengan berbelanja. Ketika berbelanja saya cenderung konservatif, tapi ketika menabung, I'm extremely innovative. Saya tidak akan tertarik untuk menabung di tabungan atau deposito biasa, karena saya tahu uang saya secara "riil" akan berkurang nilainya dalam tahun-tahun mendatang. Sebagai ilustrasi bunga bank pada saat itu mencapai 5% setiap tahun. Inflasi setiap tahunnya mencapai hampir 10 % setiap tahunnya. Jadi ketika tahun ini Anda bisa membeli hamburger seharga Rp 10.000, tahun depan uang Rp 10.000 tidak bisa membeli hamburger yang sama. So you see, your value of money will be decreasing. Jadi tabungan dan deposito saya gunakan hanya untuk menyimpan dana darurat atau emergency fund. Tapi untuk mencapai tujuan keuangan saya, tabungan atau deposito biasa untuk saya is a big no no.
Berikut ini yang saya lakukan: saya punya 2 macam investasi. Investasi pertama saya tempatkan di reksadana Indonesia. Investasi ini saya namakan "TABUNGAN HURA HURA", dan investasi yang kedua saya tempatkan di reksadana Singapura dan saya namakan "TABUNGAN MASA DEPAN". Tabungan masa depan berisi uang untuk keperluan anak saya sekolah sampai universitas, dan tabungan pensiun dini saya. Setiap bulannya, I pay myself first ke dalam 2 jenis "tabungan" ini.
Seiring dengan bertambahnya income saya, bertambah pulalah "gaji" yang saya bayarkan ke dalam 2 jenis "tabungan" ini, dan saya melakukannya secara konsisten setiap bulan. Saya akui hal tersebut tidak mudah, banyak godaanya, terutama godaan berbelanja. Sebagai perempuan kosmopolitan yang normal, tentunya saya suka berbelanja, walaupun kurang suka berbelanja barang-barang branded. But still, I have weakness, and my biggest weakness are on jewelry. Suatu hari saya berharap, bisa membeli perhiasan yang saya inginkan.

3. Manajemen Risiko
Situasi investasi yang cenderung mempunyai resiko tinggi, membuat perlunya diambil langkah manajemen risiko yang lebih baik, dan menurut saya saat ini, metode risiko yang paling tepat adalah rebalancing. Rebalancing adalah suatu metode di mana secara periodik, dilakukan penyesuaian terhadap investasi kita. Harga investasi yang sudah tinggi dijual profitnya saja, lalu hasil profitnya dibelikan investasi yang harganya sedang menurun, dengan begitu kita secara periodik menerapkan prinsip "buy at low, sell at high". In the end of the day, nilai investasi kita akan menghasilkan return yang baik dengan risiko yang cenderung lebih kecil.

4. Jangan lupa memberi
Oprah Winfrey, Bill Gates, Warren Buffet dan sederet jutawan terkenal lainnya, adalah orang yang gemar berderma. Mereka percaya akan "The power of Giving". Saya yakin agama apa pun akan menganjurkan pemeluknya untuk gemar berderma, sebab semakin banyak hal yang bisa kita dermakan pada orang lain, eventually good things will come to you, dan saya percaya betul hal itu.

5. Enjoy the life
Setelah beberapa lama melakukan hal-hal di atas, suatu saat ketika indeks harga saham gabungan sedang tinggi-tingginya, saya mengecek nilai TABUNGAN HURA HURA saya, dan melihat profit saya mencapai Rp 20 juta lebih! Langsung saya jual profit tersebut, dan cincin berlian yang sudah lama saya idam-idamkan, saya beli cash dari toko, tanpa utang. Keesokan harinya, sambil menjemput anak saya ke sekolah, cincin tersebut saya pakai, dengan tujuan membuat dongkol ibu-ibu sok borju yang waktu itu mencemooh waktu saya belanja di tukang sayur keliling. Jadi, siapa bilang hidup hemat berarti tidak menikmati hidup?
Oleh: Fauziah Arsiyanti SE. MM. Dipl. FP, Independent Financial Planner dari First Principal Financial Singapore Pte.Ltd

Source : kompas

by :Indra putra

Tidak ada komentar: