Ketika sedang mempertimbangkan untuk berhubungan dengan seseorang, sangat penting bagi Anda untuk mempertimbangkan kerohanian dan keyakinan yang terlihat melalui cara mereka memandang hidup dan bagaimana mereka memperlakukan orang lain. Penulis Lee dan Leslie Strobel mengatakan pertanyaan-pertanyaan berikut sangat penting untuk menjadi bahan pertimbangan sebelum Anda memutuskan untuk berkencan dengannya.
1. Dapatkah ia mengatakan waktu yang spesifik atau era tertentu kapan ia menerima karunia Kristus akan hidup yang kekal? Jika ia tidak dapat menentukan waktu pertobatannya atau setidaknya kerangka waktu saat di mana hal itu terjadi, maka mungkin saja hal itu memang tidak pernah terjadi. Dengarkan dengan hati-hati ketika ia berbicara mengenai imannya. Apakah ia mengandalkan perbuatan baik, ritual keagamaan, dan tersenyum untuk sampai ke surga atau apakah ia menggambarkan imannya pada satu titik untuk mengakui dosanya, berbalik dari jalan-jalannya yang salah kepada hidup, dan menerima Kristus sebagai pengampun dosa dan pemimpinnya? Kristus telah menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan tetapi karena kasih karunia, sebagaimana yang tertulis di Titus 3:5.
2. Ketika ia membicarakan masa depan, adakah tempat untuk Tuhan di sana? Atau apakah ia membayangkan masa depan yang dirancangkannya sendiri? Apakah ia berbicara tentang mencari arahan Tuhan untuk hidupnya? Apakah ia memiliki rencana untuk melayani Tuhan dengan berbagai cara? Apakah ia terfokus untuk mencapai kesuksesan yang sementara atau bermakna kekal? Apakah ia ingin membuat perbedaan di dunia bagi Kristus? “Tapi satu hal yang saya lakukan,” ujar Rasul Paulus. Melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
3. Apakah ia bersedia untuk menunda kepuasaan sesaat sehingga kepuasan yang lebih besar dapat dinikmatinya di masa depan? Apakah ia tidak tinggal dalam pengajaran Alkitab yang mengatakan bahwa pengorbanan dan perjuangan seringkali diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang yang lebih besar? Atau apakah ia tanpa henti mengejar kesenangan jangka pendek dengan mengorbankan konsekuensi jangka panjang? “Agama yang sehat memanggil kita untuk tidak memanjakan diri kita sendiri dan hidup secara egois melainkan berkomitmen untuk hidup dalam kemurnian, kasih, memberi, tidak egois, disiplin dan terkadang gaya hidup yang tidak nyaman,” ujar Collins. “Hal ini tidak dimaksudkan untuk mencuri sukacita dan membuat hidup kita sengsara. Sebaliknya, hidup dalam pengabdian membawa ketenangan batin, kepenuhan hidup, dan janji bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik di masa depan.”
4. Bagaimana sikapnya terhadap orang lain? Apakah ia menggunakan orang lain hanya sebagai alat untuk mendapatkan apa yang ia inginkan atau apakah ia benar-benar peduli dengan orang lain? Apakah ia bersikap sopan karena orangtuanya mengajari sopan santun atau karena ia tulus menghormati orang lain? Bagaimana ia memperlakukan mereka yang kurang beruntung dalam lingkungan sosial kita? Apakah ia peduli terhadap orang miskin? Apakah ia memiliki rasa keadilan sosial yang membuatnya ingin melihat keadaan orang miskin menjadi lebih baik, atau ia bersikap tidak peduli bahkan sinis terhadap mereka yang berkekurangan? Mereka yang mengolok-olok orang miskin, ujar Amsal 17:5, menunjukkan penghinaan kepada Penciptanya.
5. Apakah ia menunjukkan sifat-sifat Yesus? Apakah ia mengampuni mereka yang menyakiti dirinya atau apakah ia malah merencanakan balas dendam? Apakah ia bersikap murah hati terhadap orang lain? Apakah ia berdiri di atas kebenaran? Apakah ia peduli pada mereka yang miskin dan tertindas? Teman saya Gary Collins, seorang psikolog Kristen, mengatakan seperti ini: “Alkitab tahu benar akan orang Kristen yang kikir, dengki, biasanya tak kenal ampun, membenarkan diri sendiri maupun sombong. Tidak ada manusia sempurna dan setiap kita selalu tergoda untuk berbuat dosa, tapi pengikut Kristus sejati menunjukkan tanda-tanda untuk menjadi semakin serupa dengan masternya.”
6. Dengan siapa ia banyak menghabiskan waktunya? Anda dapat belajar banyak akan nilai-nilai hidup yang dianutnya dengan melihat dengan siapa ia bergaul. Apakah ia berkumpul dengan mereka yang kegiatan utamanya bukanlah sesuatu yang menyenagkan Tuhan atau apakah ia mencari hubungan dengan orang Kristen yang dapat mendorong ia untuk terus bertumbuh dalam iman dan kasih? Janganlah sesat, tulis 1 Korintus 15:33, pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik.
7. Apakah ia perduli untuk mengabarkan Injil kepada mereka yang belum pernah mendengarnya? Mereka yang hatinya telah diubahkan Kristus merasa termotivasi untuk membagikan imannya kepada orang lain. Tapi mereka yang menjadikan Kristen tak lebih sebagai label tidak memiliki alasan untuk membawa pesan Yesus kepada orang lain. Salah seorang santo zaman dahulu pernah berkata, “Saya meragukan keselamatan seseorang yang tidak peduli akan keselamatan tetangganya.” Itu tidak berarti ia harus seperti Billy Graham, tapi ia mau berdoa untuk teman-temannya yang terhilang dan memanfaatkan peluang untuk melibatkan mereka dalam percakapan rohani sehingga mungkin ia bisa memberitahu mereka tentang Yesus.
8. Apakah ia jujur terhadap hal-hal kecil? Integritas berarti ada konsistensi antara keyakinan seseorang dengan perilakunya dan antara karakter dengan keyakinannya. Apakah ia memiliki reputasi sebagai seseorang yang dapat dipercaya atau apakah ia dikenal sebagai seseorang yang cerdik dan mengabaikan hal etis? Seorang wanita mengatakan karakter pacarnya terungkap ketika seorang pelayan secara tidak sengaja memberikan tagihan meja lain kepada mereka. Bukannya memberitahu kesalahan itu, ia malah mencoba untuk segera membayar jumlah tagihan yang lebih kecil dari seharusnya dan segera meninggalkan restoran tersebut sampai akhirnya wanita itu menghentikan pacarnya. Ketidak-jujuran kecil seringkali mengungkapkan keadaan sebenarnya dari isi hati seseorang. Orang saleh berjalan dengan integritas, tulis Amsal 20:7.
9. Melalui lensa seperti apakah ia memandang dunia? Setiap kita memandang kehidupan melalui satu jenis lensa. Cara pandang seseorang terhadap dunia menunjukkan gambaran besar yang akan mengarahkan keputusan-keputusan dan tindakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kekristenan merupakan sebuah jalan untuk melihat dan memahami semua kenyataan. Apakah ia memisahkan kehidupan rohani dalam kehidupan kesehariannya ataukah imannya diintegrasikan ke dalam semua bidang kehidupannya? Apakah ia mengakui dan menerapkan Alkitab sebagai landasan untuk seumur hidupnya?
10. Apakah ia bertanggung-jawab atas setiap perbuatannya? Apakah ia segera mengakui kesalahan yang telah dilakukannya atau justru mencoba membenarkan tindakannya meskipun hal itu jelas-jelas salah? Apakah ia mengakui dosa yang dilakukannya atau menyalahkan orang lain untuk hal-hal yang ia lakukan? Orang percaya yang sehat tidak mencoba untuk lari dari masalah, menyalahkan orang lain atau menolak untuk mengakui tindakannya. Sebaliknya, ia akan mengakui dosa dan kesalahannya, meminta pengampunan dari Tuhan dan dari orang lain yang mungkin telah dirugikannya, membuat restitusi bila memungkinkan, dan melanjutkan hidup – dengan satu tekad untuk tidak membiarkan kesalahan yang sama terjadi lagi.
11. Apakah ia memiliki kerendahan hati? Yesus berbicara dengan tegas mengenai kesombongan, dan Mikha 6:8 mengatakan bahwa kerohanian sejati melibatkan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah. Apakah orang ini selalu berlaku benar? Apakah ia secara murah hati memuji kontribusi orang lain? Apakah ia selalu menempatkan dirinya sendiri terlebih dahulu dan berpikir bahwa ia tahu lebih baik daripada orang lain? Kerendahan hati bukanlah ketakwaan palsu yang menyangkal kekuatan Allah yang telah diberikan. Kerendahan hati tidak menempatkan kita di bawah dan berkubang dalam ketidak-amanan atau mengasihani diri sendiri. Kerendahan hati merupakan sebuah pengakuan dari hati yang menyadari bahwa semua yang kita miliki berasal dari Tuhan. Kerendahan-hati merupakan sebuah sikap yang membuka wawasan baru dan tidak mengedepankan ego maupun citra diri kita sendiri.
12. Apa yang ia pilih sebagai makanan pikirannya? Jenis buku apa yang ia baca, musik yang ia dengarkan, video game yang ia mainkan, situs internet yang ia kunjungi, dan film yang ia tonton? Filipi 4:8 berkata, Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Bagaimana seseorang mengisi pikirannya akan menjadikannya segambar dengan pikiran yang ia miliki. Sebagaimana Paulus mendesak agar setiap kita berubah oleh pembaharuan budi kita.
Daftar pertanyaan ini tidak dimaksudkan untuk diterapkan secara kaku. Sementara setiap orang percaya terus bertumbuh menjadi semakin serupa dengan Yesus, hal ini merupakan proses yang bervariasi bagi setiap individu dan tidak akan pernah selesai sampai kita menghuni surga nanti. Mungkin saja pertanyaan-pertanyaan ini bahkan menyuarakan keprihatinan akan beberapa bidang kehidupan Anda sendiri yang perlu untuk diubah. Dalam hal apapun, dengan mengangkat isu-isu ini, dapat membantu kita mendiagnosa kondisi umum dari kehidupan orang Kristen. Jangan mundur untuk tetap bersikap jujur terhadap setiap jawabannya. Perlu diingat bahwa kepentingan pribadi – seperti perasaan romantis yang kita miliki kepada orang lain – dapat mengaburkan pikiran jernih yang kita miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar